FREEPIK
Dana darurat. Kedua kata ini boleh jadi tak terlalu dipandang penting oleh sebagian besar masyarakat. Ini terlihat dari hasil survei Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2020, sebanyak 46 persen orang Indonesia hanya bisa bertahan selama satu minggu saat menghadapi situasi darurat. Sedangkan sembilan persen lainnya bertahan lebih dari enam bulan dalam penggunaan dana darurat.
Kendati masih tercatat sebagai mahasiswa, Putri Ashri mengaku memiliki dana darurat. Meski enggan menyebutkan nominalnya, dia memastikan jumlahnya cukup untuk menghadapi situasi darurat yang akan dihadapi seorang mahasiswa. ‘’Yah, cukup untuk menanggung pengeluaran saya selama empat bulan,’’ ujarnya saat dihubungi pekan lalu.
Perencana keuangan Annisa Steviani mengatakan dana darurat penting untuk segera disisihkan mengingat bisa saja kondisi tak terduga dan mendesak dapat terjadi sewaktu-waktu. Tanpa dana darurat, biasanya seseorang menjadi semakin sulit untuk melakukan pengelolaan keuangan.
Bagi orang yang belum menikah, ia menjelaskan seseorang dapat menggunakan hitungan tiga kali pengeluaran agar terkumpul sebagai dana darurat. Hitungan tersebut semakin naik seiring dengan jumlah orang yang ditanggung.
christina wocintechchat/unsplash
Dia menambahkan bagi seorang yang sudah menikah, maka dana darurat yang disarankan berjumlah sebanyak enam kali pengeluaran. Jika sudah memiliki satu anak, maka sembilan kali pengeluaran. Kemudian jika satu anak akan menempuh jenjang pendidikan, maka sembilan kali pengeluaran.
“Anaknya satu dan mau sekolah, pertanyaannya kapan bisa sampai sembilan kali pengeluaran bulanan? Lama banget. Tapi yang harus dipahami, ini merupakan perjalanan. Jadi tidak apa-apa kalau kamu pelan-pelan mengumpulkan dana darurat itu, tapi (yang penting) sudah tahu tujuannya apa,” kata dia.
Edukasi dini
Untuk memahami pentingnya dana darurat serta pengelolaan keuangan keluarga yang tepat, tentunya orang tua punya peranan penting dalam menumbuhkan keterampilan anak mengelola keuangan. Pasangan suami istri Mona Ratuliu dan Indra Brasco sepakat perkembangan teknologi sangat membantu mereka dalam mengelola perencanaan keuangan keluarga. Mereka memanfaatkan platform digital untuk mentransfer sejumlah uang kepada anak dalam pemenuhan kebutuhannya.
Pasangan itu juga mengajari anak-anak mereka menabung dan membelanjakan uang. Apa pun yang sudah dibeli harus dirawat, sehingga anak bisa mengetahui nilai uang, memahami untuk mendapat sesuatu perlu kerja keras serta tak boleh boros. Mona dan Indra pun berusaha kompak dan satu suara di depan anak soal keputusan mereka.
Cara lain Mona dan Indra melibatkan anak terkait keputusan keuangan misalnya saat akan berlibur. Mereka meminta anak-anak ikut merencanakan aktivitas yang akan dilakukan, memilih destinasi yang dituju, lalu menghitung anggaran yang dibutuhkan. "Semua rencana dicatat dengan detail. Itu bisa jadi edukasi," ujar Mona.
Annisa turut menegaskan bahwa pembiasaan itu bisa diajarkan sedari dini. Mengajarkan pengelolaan keuangan kepada anak tidak hanya sebatas membiasakan menabung. Menurut Annisa, prosesnya bisa berupa banyak cara, mulai dari aktivitas yang sangat sederhana. Misalnya, orang tua bisa mengajak anak yang masih balita berbelanja. Dengan begitu, anak mengetahui konsep uang sebagai alat tukar. Orang tua juga bisa mengajarkan konsep bekerja untuk mendapat uang.
Perlu juga disampaikan bahwa uang yang didapat dari jerih payah bekerja utamanya untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Uang untuk membeli susu, makanan, dan pakaian, bukan hanya untuk membeli mainan.
Setelah anak beranjak besar, beri kesempatan anak membelanjalan uangnya sendiri sehingga dia tahu perbedaan harga mahal dan murah, serta apakah uangnya cukup atau tidak. Menurut Annisa, pemanfaatan teknologi bisa dioptimalkan, misalnya dengan belanja daring.
"Anak bisa membandingkan harga, ongkos kirim, juga tahu uangnya sudah cukup atau harus menabung dulu. Pada akhirnya anak sadar tidak semua barang bisa dibeli, tapi harus sesuai kebutuhan," tutur perempuan yang memiliki gelar Certified Financial Planner dan Certified Estate Planning Practitioner tersebut.
top
helena lope/unsplash
Perencana keuangan Annisa Steviani mengungkapkan salah satu cara yang paling cepat untuk menyimpan dana darurat adalah dengan mengalokasikan pendapatan di luar upah pokok yang hanya didapatkan dalam kurun waktu tertentu, misalnya dari Tunjangan Hari Raya (THR). Namun ia mencatat bahwa tidak banyak orang yang dapat melakukan cara ini.
“Kalau pakai persentase itu idealnya kita bisa menabung 10 persen saja dari penghasilan. Tapi untuk bisa sampai satu kali dana darurat saja, maksudnya 10 persen penghasilan untuk menjadi 100 persen, itu perlu 10 bulan kita baru mengumpulkan sekali dana darurat,” kata Annisa.
Walau dilakukan secara bertahap, dia mengingatkan agar pengumpulan dana darurat jangan sampai berhenti di tengah jalan atau malah mengalami kemunduran. Ia juga mengingatkan agar jangan sampai mengutang atau menggunakan pos keuangan lainnya untuk menutupi kebutuhan dana darurat.
Anissa mencontohkan bagaimana dirinya sendiri baru mampu mengumpulkan dana darurat sebanyak sembilan kali pengeluaran bulanan setelah enam tahun melakukan perencanaan keuangan. “Namanya hidup memang terus berjalan dan terus berubah-ubah tapi setidaknya kita sudah tahu tujuannya ke mana dan berapa yang harus kita kumpulkan,” katanya.